Pada akhir dekade 1990’an, Argentina terperosok kedalam kemiskinan yang berujung pada banyaknya hutang negara. Banyak perusahaan negara yang kemudian ditutup karena kolaps dikarenakan hal tersebut. Hal ini membuat munculnya gerakan politik baru yang dimotori oleh kaum buruh dengan cara melakukan pengambilalihan pabrik yang sudah tutup. Kaum buruh melakukan hal ini agar kebutuhan hidup mereka dapat terpenuhi, sekaligus menggerakan kembali perekonomian sektor riil.
Hal yang membedakan proses pengambilalihan di Argentina adalah ia tidak ditetapkan dari atas, oleh pemerintah atau birokrat, melainkan dari masyarakat yang menginginkan perubahan itu sendiri. Para pekerja bergerak tanpa ideologi, tetapi karena desakan kebutuhan yang menghidupkan kembali pabrik-pabrik. Itulah yang selalu berusaha dilakukan oleh kapitalisme, yakni membuktikan bahwa hal itu tidak mungkin. Lebih dari 200 pabrik dan ribuan pekerja telah dihidupkan kembali.
Masalah besar yang kemudian dihadapi oleh para pekerja adalah para pemilik perusahaan yang berusaha mengambil kembali aset mereka melalui jalur hukum. Dan itulah yang berusaha dimenangkan oleh para pekerja; mengesahkan proses pengambil-alihan mereka melalui jalur hukum juga. Namun hal itu gagal total. Hakim bersikeras bahwa pabrik harus dijalankan menurut konstitusi yang berlaku, dan ia menolak untuk mengesahkan pengambil-alihan tersebut.
Akhirnya para pekerja memalingkan usahanya pada golongan yang paling tidak disukai di Argentina , para politisi. Dan tanpa disangka-sangka, pada pertemuan kedua dengan dewan kota , pengambil-alihan itu disahkan secara aklamasi, dan langsung dilanjutkan ke dewan nasional malam itu juga. Para pekerja telah membuktikan bahwa dalam satu kesatuan class action, masyarakat memiliki kekuatan politis yang begitu besar, yang mampu menentukan arah kebijakan negara sekalipun.
Dietrich Rueschmeyer dalam gagasannya mengenai demokrasi mengatakan bahwa motor penggerak terjadinya demokrasi adalah kaum buruh. Hal ini relevan dengan apa yang terjadi di Argentina : proses pengambilan keputusan yang dilakukan oleh para buruh pabrik merupakan penerapan model demokrasi langsung. Dan tidak hanya itu, mereka berhasil memenangkan isu tersebut di tatanan legal-formal. Hal tersebut jelas-jelas membuktikan terjadinya pergeseran kekuatan kelas, dimana kelas buruh berhasil menaikan posisi tawar mereka di tingkatan legislasi.
Proses pengambilalihan pabrik ini membuktikan pernyataan Rueschmeyer yang mengemukakan bahwa elemen utama yang mendorong terjadinya proses demokratisasi adalah kaum buruh. Hal ini bertolak belakang dengan ide Barrington Moore yang menyatakan bahwa motor penggerak demokrasi adalah kaum borjuis. Selain itu, pengambilalihan pabrik juga membuktikan adanya perimbangan kekuatan antara kaum buruh dengan kaum lainnya, sekaligus menegaskan relevansi pernyataan Rueschmeyer tentang industrialisasi dan demokrasi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar