Minggu, 31 Oktober 2010

Jaminan Sosial


1.      Apa yang saudara ketahui tentang jaminan sosial dan bagaimana sistem jaminan sosial yang ada di Indonesia?

Jawab:
Jaminan sosial adalah suatu jaminan yang diberikan kepada pekerja baik swasta maupun negara untuk mendapatkan jaminan kesejahteraan selama ia bekerja. Jaminan sosial diberikan kepada pekerja agar mereka merasa nyaman dan terlindungi pada saat ia bekerja dan pada saat ia sudah tidak lagi bekerja.
Kesejahteraan sosial pekerja sendiri terdiri dari 4 aspek, yaitu:
-          Jaminan Kecelakaan Kerja, yaitu jaminan kecelakaan yang dihitung mulai dari berangkat kerja, hingga pulang kerja. Akan tetapi, Jaminan Kecelakaan Kerja itu sendiri tidak berlaku apabila si pekerja ketahuan mencelakakan dirinya sendiri utnuk mendapatkan jaminan tersebut.
-          Jaminan Hari Tua, yaitu jaminan yang diberikan kepada pekerja yang sudah tidak aktif lagi bekerjanya. Biasanya diberikan kepada pensiunan. Dengan tujuan memberikan kesejahteraan bagi pekerja walaupun sudah tidak aktif lagi. Biasanya Jaminan hari tua ini berbeda-beda prosedurnya. Ada yang diberikan langsung sepenuhnya dihitung ketika ia menjadi pensiunan, ada juga yang diberikan perbulan layaknya ketika masih bekerja, gajinya biasanya juga berkurang.
-          Jaminan Pelayanan Kesehatan, yaitu jaminan kesehatan yang ditanggung oleh pemberi kerja kepada pekerjanya. Kalau di PNS (Pegawai Negeri Sipil) yang menjadi tanggungan adalah pekerja, istri, anak pertama dan anak kedua. Jika di perusahaan swasta, biasanya ada yang memberi tanggungan penuh kepada seluruh anggota keluarganya. Jaminan Pelayanan Kesehatan tidak berlaku ketika pekerja ingin mempercantik dirinya.
-          Jaminan Kematian, yaitu Jaminan Kematian diperuntukkan bagi ahli waris tenaga kerja yang menjadi peserta Jamsostek yang meninggal bukan karena kecelakaan kerja. Jaminan Kematian diperlukan sebagai upaya meringankan beban keluarga baik dalam bentuk biaya pemakaman maupun santunan berupa uang.
Jaminan sosial itu sendiri terbagi kepada dua bentuk:
-          Residual, residual merupakan jaminan sosial yang lebih mengutamakan kepada orang yang benar-benar membutuhkan ataumenginginkan jaminan sosial tersebut. Di dalam bentuk residual, suatu perusahaan akan menguji orang-orang yang ingin mendapatkan jaminan sosial. Oleh karena itu, untuk mendapatkan suatu jaminan sosial, maka diadakannya tes untuk mendapatkan jaminan sosial tersebut.
-          Institusional, institusional merupakan bentuk jaminan sosial yang diberikan oleh negara secara cuma-cuma untuk setiap warga negara. Untuk mendapatkan suatu jaminan sosial, seseorang tidak perlu berusaha mengikuti tes-tes tertentu. Sebagai contoh, Indonesia memberikan bantuan BLT kepada setiap warga negaranya yang kurang mampu.
Sistem Jaminan Sosial yang dilakukan di Indonesia adalah Diskriminasi Positif. Diskriminasi Positif adalah model kesejahteraan yang merupakan kombinasi antara model institusional dan residual terutama sisi positif keduanya, dimana model ini mengarah pada model pembangunan sosial yang menekankan pada peningkatan kesejahteraan dengan proses pemberdayaan serta menumbuhkan kemandirian.
Sistem Jaminan Sosial yang ada di Indonesia pada umumnya melakukan dua pendakatan, yang pertama berupa pendekatan asuransi sosial dan  yang kedua adalah berupa bantuan sosial.
Bentuk dari sistem jaminan sosial yang ada di Indonesia adalah dengan beberapa pendekatan, yaitu:
-          pendekatan asuransi sosial adalah suatu sistem yang dapat mensejahaterakan tiap pekerja atau pemberi kerja melalui kontribusi tiap pekerjanya dengan membayar premi.  Premi yang dimaksud haruslah sesuai dengan kemampuan tiap pekerjanya. Beberapa contoh orang yang mendapatkan asuransi sosial adalah PNS (Pegawai Negeri Swasta), TNI (Tentara Rakyat Indonesia), Perusahaan (Sektor Industri (Formal); Perkembangan: Sektor Informal
-          Pendekatan asistensi sosial adalah peran dari suatu institusi atau lembaga yang di suatu negara dalam menangani permasalahan sosial. Sebagai contoh, di Indonesiamemiliki Departemen Sosial, Departemen Lain melalui Kebijakan Pembangunan yang bertujuan untuk membangun kesejahteraan di Indonesia.
-          Pelayanan publik adalah pelayanan yang diberikan oleh negara kepada seluruh rakyatnya yang bertujuan untuk mensejahterakan mereka. Sebagai contoh, Indonesia memiliki PUSKESMAS (Pusat Kesehatan Masyarakat) yang bertujuan untuk memberikan pelayanan kesehatan kepada setiap orang, tidak memandang kaya atau miskin.

Rabu, 27 Oktober 2010

1 Pangkalan Perang, Dibayar Dengan 1 Wilayah-Review Hiroshima



            Hiroshima, sebuah pusat industri militer dan keperluan longistik perang dengan kepadatan demografi terpadat ke-11 pada tahun 1945. Hanya dalam hitungan detik, menjadi kota mati dan menyisakan puing-puing kenangan. Puluhan ribu orang tewas, gedung-gedung berhancuran dan orang yang selamat kebanyakan menjadi lumpuh dan cacat. Kejadian tersebut seakan menjadi sebuah saksi sejarah tentang kedahsyatan dan bahanya bom atom yang  dijatuhkan oleh sekutu Amerika pada 6 Agustus 1945, 08:15 a.m waktu Jepang. sehingga, pagi yang diharapkan indah tersebut menjadi ”neraka”nya bagi orang-orang Jepang pada saat itu. Proses interaksi, proses sosial dan hubungan antar kelompok pun nyaris tidak ada lagi pada saat itu.
            Dimulai dengan kisah Henry Truman, Wakil Presiden Amerika Serikat, ketika menjadi kepala negara, menggantikan pemerintahan Presiden Franklin D. Roosevelt yang telah wafat. Beliau yang mengatur seluruh strategi perang, walau hanya mengetahui sedikit tentang strategi perang yang dikembangkan Amerika. Saat pertemuan pertama dengan para menteri, Truman seakan terbawa oleh pemikiran Menteri Peperangan Amerika. Beliau setuju untuk mengadakan balas dendam terhadap Jepang yang telah menghancurkan pangkalan perang mereka di Pearl Harbour. Padahal, Kepala Penelitian bom atom telah memberikan saran kepada Truman untuk menghentikan tindakan tersebut. Karena, jika weapon of mass destructiontersebut berhasil dilakukakn, maka akan merubah keadaan perang dan keadaan dunia. Namun, pada saat itu Truman di dalam kondisi yang sangat emosional, sehingga keputusan meluncurkan serangan bom atom berdasarkan emosi dan bukan berdasarkan pikiran rasional.
            Akhirnya, pada tanggal 6 Agustus 1945 pesawat Enola Gay yang dipiloti oleh Letkol. Paul W. Tibbet,  membawa bom atom yang bernama The Little Boy. Dengan ketinggian sekitar 31.000 kaki atau 9.450 m, mereka bersiap-siap akan menjatuhkan bom atom tersebut ke kota Hiroshima. Pada pukul 08:15 pagi, Enola Gay berada pada ketinggian 550 m dan berhasil menjatuhkan The Little Boy di Hiroshima. Apakah mereka tidak merasa iba telah membunuh puluhan ribu jiwa manusia di Jepang? Apakah mereka tidak merasa iba melihat anak-anak kecil yang kehilangan orang tuanya, bahkan ada yang meninggal? Apakah mereka tidak merasa iba ketika banyak penduduk Jepang yang cacat akibat terkena radiasi ledakan bom atom? Jawabannya hanya satu, yaitu mereka ingin mengabdi kepada negara.
            "Satu cahaya yang terang memenuhi pesawat," begitu tulis Tibbets. "Kami memutar pesawat kembali untuk melihat Hiroshima. Kota tersebut tersembunyi di balik awan yang mengerikan itu... mendidih, mengembang berbentuk jamur." Setelah itu, beberapa saat tidak ada yang bicara. Namun berikutnya, semua orang bicara. "Lihat itu! Lihat itu! Lihat itu.....! " seru kopilot Robert Lewis sambil memukul bahu Tibbets. Lewis mengatakan ia bisa merasakan pembelahan atom - proses yang terjadi ketika bom atom meledak. Rasanya seperti timah hitam. Ia lalu berbalik untuk menulis dalam catatannya. "Tuhan," tanyanya pada diri sendiri, "Apa yang telah kami lakukan?"[1]Itulah sepenggal percakapan yang terjadi antara pilot Letkol. Paul W. Tibbet dan kopilotnya Robert Lewis setelah bom atom berhasil dijatuhkan.
Analisis penulis adalah bahwa perang tersebut terjadi karena adanya perebutan kekuasaan antara penguasa dengan yang ingin berkuasa. Kelompok yang lebih kuat atau berkuasa punya kesempatan lebih besar dalam membentuk tatanan sosial untuk mempertahankan “Status Quo”. Seperti yang dikemukakan dalam perspektif konfilik, masyarakat adalah tempat bertemunya kelompok-kelompok yang memiliki kebutuhan dan kepentingan sendiri (Individual Self Intersets).[2] Dimana pihak sekutu ingin memperebutkan status Jepang sebagai bangsa penjajah, dan pihak Jepang ingin mempertahankan status mereka sebagai bangsa yang besar. Apabila Jepang mengaku kalah terhadap sekutu, maka harga diri keturunan mereka tidak dapat dibayar dengan apapun, kecuali dengan kematian.
Padahal sebelum menjatuhkan bom atom tersebut, pihak sekutu menawarkan ‘menyerah tanpa syarat’ dalam Deklarasi Potsdam. Namun, pihak militer Jepang menolak mentah-mentah tawaran tersebut, dengan alasan bahwa tekuk lutut tanpa syarat akan merendahkan kehormatan Jepang.Walaupun dalam keadaan hampir kalah dan hanya memiliki sisa peralatan perang seadanya, perang sampai titik darah penghabisan adalah suatu simbol kehormatan yang tertinggi dalam kebudayaan Jepang. Selain itu, Menteri Peperangan Jepang Jenderal Korechika Anami tetap berencana untuk menyebarkan 2 juta pasukan tentara Jepang, serta 10 000 pesawat kamikaze, dalam penyerangan bunuh diri.[3] Kekalahan Jepang hanya dapat diterima Anami setelah bom di Hiroshima dan di Nagasaki telah diledakkan, masing-masing pada tanggal 6 dan 9 Agustus. Awalnya Anami tetap bersikeras bahwa seluruh bangsa Jepang akan merasa termuliakan bila dapat hancur bersama, namun akhirnya ia menyerah saat Kaisar Hirohito meminta militer untuk rela menyerah tanpa syarat, demi menyelamatkan nyawa penduduk Jepang yang masih hidup. Karena Jepang telah menyerah tanpa syarat akibat desakan Kaisar Hitohito, Menteri Peperangan Jepang Jenderal Korechika Anami akhirnya bunuh diri sebagai simbol kemuliaan atas kematian dirinya.
Selain itu, pihak sekutu juga ingin membalaskan dendam mereka terhadap saudara-saudara mereka yang tewas dalam peperangan Pearl Harbour, Hawaii, dimana pangkalan militer Angkatan Laut Amerika Serikat diserang secara tiba-tiba oleh Jepang. Penyerangan secara tiba-tiba ini dilakukan pada 7Desember 1941, pukul 07:55 a.m waktu Hawaii. Hasil serangan ini ialah rusaknya atau tenggelamnya lebih kurang 20 kapal tempur Amerika, 188 pesawat terbang rusak dan 2.403 korban jiwa. Di pihak Jepang sendiri, mereka hanya kehilangan 55 pesawat tempur dari 441 pesawat tempur yang dipakai. Sehingga, rakyat Amerika, media massa dan pemimpin-pemimpin di seluruh dunia merasa marah terhadap Jepang. Sehingga, pada 8 Desember 1941 Presiden Franklin D. Roosevelt menyatakan deklarasi perang dalam U.S. Declaration of War on Japan, sehingga Amerika secara resmi terlibat dalam Perang Dunia ke-2.[4]
Dari pembahasan di atas, dapat dipahami bahwa perang merupakan suatu tindakan yang banyak membawa kerugian. Dengan adanya perang, siklus kehidupan menjadi terhambat karena adanya tekanan-tekanan dari pihak-pihak luar, sehingga masyarakat tidak berani untuk melakukan aktifitas sehari-hari. Perang merupakan titik akhir keputusan antara kedua belah pihak jika yang tidak saling mencapai kesepakatan. Antara kedua belah pihak tersebut atau kelompok-kelompok yang lainnya saling ingin memperebutkan kekuasaan pihak lain. Seperti yang dikatakan dalam teori konflik, bahwa terjadinya konflik terjadi karena adanya perebutan kekuasaan antara pihak penguasa dan pihak yang menginginkan kekuasaan. Apabila mereka berhasil memperebutkan daerah kekuasaan pihak lain, mereka seakan mendapatkan prestige yang sangat besar sebagai bangsa yang hebat. Efek psikologis (balas dendam) yang berkepanjangan, efek ekonomi (embargo) dan efek politik akan menjadi bola salju yang semakin mengukuhkan paradigma bahwa peperangan adalah satu-satunya cara untuk menguasai negara lain.
Amerika membumi hanguskan Jepang karena mereka merasa dendam mereka belum terbalaskan pada kejadian Pearl Harbour, dimana para pejuang Amerika tewas dan peralatan militer mereka dihancurkan oleh Jepang. Selain itu, azas penyerangan terhadap Jepang tersebut mutlak tidak berpikir secara rasional. Padahal Kepala Penelitian bom atom telah memberi saran agar membatalkan penyerangannya terhadap Jepang dengan menggunakan bom atom. Karena, akan merubah keadaan perang dunia dan keadaan dunia. Selain itu, Truman juga lebih memilih keputusan Menteri Peperangan agar dilaksanakannya World War II tanpa mendengarkan saran dari berbagai pihak.
Jepang juga memiliki pendirian yang kuat dalam peperangan. Mereka tidak mau kalah tanpa syarat karena menurut kepercayaan adat perang mereka, kalah tanpa syarat merupakan simbol kelemahan. Tak heran jika para tentara Jepang rela bunuh diri dalam peperangan tersebut, seperti melakukan Kamikaze dan Harakiri. Selain itu, Jepang juga menyerahkan pemerintahan penuh kepada perdana menterinya, dan Kaisar hanya sebagai simbol kepala negara. Oleh karena itu, Menteri Peperangan Jepang Jenderal Korechika Anami memiliki andil yang besar dalam peperangan. Sebaiknya, Kaisarlah yang mengatur kebijakan-kebijakan dan mengambil setiap keputusan agar dapat menghentikan sebuah tindakan yang dapat merugikan negara dan tidak terjadinya kerusakan  yang berlebihan di Jepang.




[1]RifkyMedia’sBlog, Kisah Pemboman Hiroshima dan Nagasaki Oleh Amerika, diakses dari http://achtungpanzer.blogspot.com/2009/12/kisah-pemboman-hiroshima-dan-nagasaki.html, pada tanggal 22 Februari 2010, pukul 16:46 WIB.

[2]Kamanto Sunarto, Pengantar Ilmu Sosiologi, (Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, Jakarta, 2004), hal 218.
[3]Jeffrey Porro, Paul Dioty, Carl Kaysen dan Jack Ruina, The Nuclear Age Reader, (New York: Alfred A. Knopf, 1989), hal 18.
[4]American History, Pearl Harbour Attacked, diakses darihttp://www.u-s-history.com/pages/h1649.html, pada tanggal 21 Februari 2010, pukul 11:57 WIB.

Zaman Medieval




Zaman medieval berlangsung dari 450-1400 M. Zaman Reidieval dibagi kepada 3 periode seperti periode kegelapan (dark ages), periode romantisme (romantic era), dan masa keimanan (the age of faith). Ditandai dengan adanya bukti-bukti runtuhnyaempirium Romawi Barat (Roma) dan jatuhnya Romawi Timur (Byzantium-Konstantinopel) ke bangsa Turki 1453. Dengan demikian terjadinya perkembangan budaya Islam di Eropa. Seperti Tilawatil Quran yang kemudian dikembangkan menjadi Paduan Suara. Selain itu ciri-ciri lain pada masa ini yaitu, seni mereka terhadap bangunan-bangunan bersifat dekoratif, ornamental, dan banyak menampilkan ilustrasi keagamaan.
            Dalam bidang seni mereka terkenal sangat kreatif. Pada seni lukis mereka mampu menggabungkan gambar-gambar serius dan mendalam dengan menyenangkan dan cerdas. Yaitu mereka mampu mengekspresikan lukisan mereka dalam berbagai bidang, baik itu keagamaan, dan suatu lukisan yang merupakan skenario yang merupakan ilustrasi dari alkitab. Di bidang seni musik, zaman medieval masih sangat minim instrumen alat musik. Sebab musik yang mereka buat lebih mereka khususkan kepada pemujaan terhadap tuhan. Mereka menganggap demikian karena dalam konteks ibadah tidak boleh ada instrumen alat musik.
            Pada masa itu pula muncul tokoh ilmuwan besar yang bernama Boethius. Pada era medieval untuk menjadi seorang ilmuwan harus mempelajari 7 ilmu pengetahuan. Dia menyadari bahwa tugas Romawi adalah mendidik dunia. Oleh sebab itulah Boethius mempelajari ilmu geometri Euclid, ilmu musik Pythagoras, ilmu aritmatika of Nicomachus, ilmu mekanika Archimedes, ilmu astronomy Ptolemy, ilmu theologi Plato, dan ilmu logika Aristotle yang kemudian semua bukunya konon diterjemahkan ke dalam bahasa latin.
            Pada abad ke 7 sistem “neums” mulai digunakan. Neums menggunakan garis turun dan naik diantara garis lurus untuk menggambarkan pergerakan not, (seperti tanda ‘trill). Lalu akhirnya berkembang menjadi 4 garis (staff) kemungkinan yang memperkenalkan staff ini adalah seorang ahli musik yang terkenal pada tahun 1000-1050 Guido d’ Arezzo. Pada akhir abad ke 13 kepala not yang menentukan panjangnya not di klasifikasikan oleh Franco of Cologne.
            Menurut saya musik yang disajikan pada zaman Medieval lebih condong ke sifat religi. Karena mereka tidak memainkan instrument alat musik. Selain itu mereka juga menyanyikannya seperti paduan suara. Selain itu tekstur suara yang dimainkan di musiknya lebih condong monofoni yang kemudian suara 1 dengan yang lain saling berkejar-kejaran. Musinya enak didengar, dan tidak membuat kita jenuh kalau kita ingin mengulang kembali musiknya.



Tingginya Tingkat Kemiskinan Di Aceh Utara


Tingginya Tingkat Kemiskinan Di Aceh Utara

            Sebagaimana yang telah kita ketahui, tingkat kemiskinan di dunia ini tidak akan dapat dimusnahkan. Akan tetapi tingkat kemiskinan tersebut dapat diminimalisasi sehingga tingginya angka kemiskinan di dalam suatu negara menjadi lebih rendah. kemiskinan itu sendiri memiliki pengertian yang berarti, suatu keadaan dimana rakyat tidak lagi merasakan kesejahteraan mereka, namun yang dirasakan oleh mereka adalah kesengsaraan dan tekanan hidup. Di dalam pengertian, bahwa kesengsaraan yang dimaksud adalah kesengsaraan material. Tingginya tingkat kemiskinan yang berada di dalam suatu negara, melambangkan bahwa keadaan negara tersebut tidak memprioritaskan kesejahteraan bagi rakyatnya.
            Aceh merupakan salah satu penghasil Produk Domestik Bruto (PDB) tertinggi di Indonesia, pada dasarnya PDB yang dihasilkan oleh Aceh merupakan sekian dari banyaknya cadangan minyak dan gas bumi. Namun dengan banyaknya PDB yang dihasilkan oleh Aceh, tidak mampu meminimalisisasi tingkat kemiskinan yang ada di Negeri Serambi Mekah tersebut. Bahkan Aceh memiliki tingkat kemiskinan yang jauh lebih tinggi dibandingkan dengan daerah-daerah Indonesia lainnya. Aceh juga termasuk salah satu daerah termiskin di Indonesia.
Akan tetapi, semakin tinggi Produk Domestik Bruto yang dihasilkan oleh Aceh, maka semakin sedikit anggaran yang diterima oleh Aceh sendiri. Bahkan berdasarkan perkiraan BPS Aceh Utara tahun 2008 dengan Migas sebesar Rp. 5.962.672.000,81  atau turun 8,40% dari tahun 2007 sedangkan PDB tanpa Migas sebesar Rp. 2.359.663.000,23 atau naik sebesar 3,01% dari tahun sebelumnya[1]. Ini merupakan suatu keadaan yang tidak seimbang antara pengeluaran dengan pendapatan daerah Aceh.
Di dalam artikel ini, saya akan membahas tentang kemiskinan yang ada di Aceh Utara. Aceh Utara merupakan suatu kawasan perindustrian yang memilki banyak perusahaan-perusahaan besar, baik itu BUMN maupun swasta. Perusahaan-perusahaan besar yang terdapat di Aceh Utara seperti, PT Arun merupakan pabrik yang bergerak di bidang gas alam, merupakan penghasil gas alam terbesar di Indonesia, PT PIM (Pupuk Iskandar Muda) yang juga bergerak di bidang gas alam dikarenakan bersebelahan dengan PT Arun, PT Exxon Mobil merupakan pabrik yang bergerak di bidang perminyakan, AAF (ASEAN Aceh Fertilizer) merupakan pabrik yang bergerak di bidang pupuk, dan PT KKA (Pabrik Kertas Kraf Aceh) yang merupakan pabrik kertas.
Jika kita lihat pabrik-pabrik yang ada di di atas, pasti timbul berjuta pertanyaan, mengapa kemiskinan di Aceh Utara tidak dapat diminimalisirkan? Mengapa masih saja kemiskinan lebih dominan terjadi kepada petani, sedangkan penduduk Aceh Utara didominasi oleh petani? Apakah ada usaha-usaha dari perusahaan tersebut untuk membantu kesejahteraan penduduk di Aceh Utara?
Berdasarkan pendataan terkini BPS pada Juli 2009, jumlah angka kemiskinan Aceh Utara kini mencapai 70,73%, berbeda jauh jika dibandingkan dengan kemiskinan di Aceh Utara pada tahun 2006, yaitu 51,96%. Sungguh terjadi peningkatan kemiskinan yang sangat luar biasa. Total kemiskinan sendiri yang tersebar di 27 kecamatan menjadi 79.127 RTM (Rumah Tangga Miskin) dari totalnya 111.871 RTM[2]. Dari hasil tersebut dapat ditarik kesimpulan, bahwa program pemerintah Aceh Utara dalam memberantas kemiskinan di Aceh Utara belum berhasil. Yang diharapkan kesejahteraan masyarakatnya, akan tetapi hal sebaliknya yang terjadi.
Yang akan menjadi fokus terhadap kemiskinan yang ada di Aceh Utara adalah, mengapa daerah yang dikenal dengan sebutan “metro dollar” ini tidak mampu menanggulangi kemiskinan, sedangkan di sana terdapat banyak perusahaan-perusahaan besar? Faktor apa saja yang menyebabkan tingginya kemiskinan di Aceh Utara dari tahun ke tahun? Apakah kejadian konflik di Aceh dapat menjadi salah satu faktor kemiskinan yang ada di Aceh Utara?
Tingkat kemiskinan di Aceh Utara, lebih didominasi oleh penduduk di pedasaan dibandingkan dengan perkotaan. Mereka merasa bahwa campur tangan pemerintah masih sangat jauh untuk daerah mereka.  Pemerintah hanya memperhatikan tingkat pertumbuhan pembangunan, kesejahteraan pegawai, dan infrastruktur-infrastruktur lainnya di perkotaan. Sedangkan pedesaan yang merupakan awal terbentuknya perubahan sosial, tidak lagi dihiraukan. Seperti kata pepatah, “seperti kacang yang lupa akan kulitnya”. Begitulah nasib warga pedesaan di Aceh Utara.
Faktor konflik yang terjadi selama 30 tahun di Aceh merupakan salah satu faktor tingginya kemiskinan. Mengapa konflik yang telah lama tersebut menjadi salah satu faktor kemiskinan? Karena sebagian masyarakat di pedesaan masih merasa takut akan terjadinya kekerasan pada saat konflik tersebut. Sehingga mengakibatkan masyarakat pedesaan was-was dan tidak berani beraktifitas untuk memenuhi kebutuhan hidup mereka. Karena mereka takut akan terjadinya kembali ancaman-ancaman kekerasan pada masa Darurat Operasi Militer (DOM).
Menurut M. Akmal, dosen Politik Universitas Malikussaleh. Walaupun Aceh merupakan daerah yang kaya akan kekayaan dan hasil alamnya, itu tidak memungkinkan Aceh menjadikan rakyatnya makmur. Dikarenakan pada saat konflik seluruh harta dan kekayaan Aceh sendiri tidak di rasakan oleh para penduduknya. Hal ini disebabkan pemerintahan Orde Baru yang bersifat otoriter dan centralis, semua hasil kekayaan Aceh dibawa ke pusat. Namun dikarenakan pembagian hasil yang tidak merata, hasil alam tersebut tidak dapat dirasakan oleh masyarakat Aceh sendiri. ini akan membawa dampak kemiskinan untuk Aceh sendiri selama 30 tahun ke depan, di mulai dari masa konflik. Terlebih Aceh Utara sendiri merupakan salah satu daerah yang rawan akan peperangan. Akan tetapi, ketika pemerintahan Orde Baru diganti dengan pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono. Beliau memberikan otonomi khusus daerah bagi Nanggroe Aceh Darussalam. Namun kemiskinan di Aceh akan bisa berkurang jika faktor konflik itu sudah berakhir.
Pemerintah Aceh Utara jarang memberikan mereka dana bantuan sebagai modal usaha, seperti pinjaman rakyat. Dengan pinjaman tersebut, ke depannya diharapkan masyarakat pedesaan bisa jauh lebih mandiri dari sebelumnya. Minimnya akses uang pada pedesaan, membuat masyarakat pedesaan hanya berharap dari hasil bertani mereka. Penduduk desa di Aceh Utara yang pada umumnya lebih didominasi oleh mereka yang bermata pencaharian sebagai petani, Mau tidak mau, suka tidak suka, mereka harus memenuhi kebutuhan hidup mereka. Sebagai contoh, jika suatu hari padi mereka dihargai sangat rendah, mereka pasti akan merasa enggan menjual padi mereka tersebut, sehingga mereka mau tidak mau harus menjual padi mereka tersebut. Namun, jika mereka tidak menjual padi, maka kebutuhan hidup mereka tidak terpenuhi.
Buruknya pemerintahan dapat menjadi salah satu akibat tingginya kemiskinan di Aceh Utara. Karena pemerintah merupakan suatu lembaga tertinggi yang mengatur suatu daerah. Aceh Utara sendiri dipimpin oleh Bupati, namun kinerja Bupati untuk periode sekarang kurang memuaskan. Sehingga terlihat pada saat periode pemerintahannya, tingkat kemiskinan yang ada di Aceh Utara bertambah pesat. Yang pada tahun 2006 51,96% meningkat menjadi 70,72%[3] pada tahun 2009. Ini merupakan suatu ketidak wajaran di dalam suatu pemerintah. Sedangkan dana APBD di Aceh sangat besar, dan SDA dari Aceh Utara sendiri sangat menggiurkan. Bagaimana mungkin bisa terjadi peningkatan kemiskinan yang begitu besar di Aceh Utara?
Selain itu, hampir semua masyarakat pedesaan masih berpikiran primitif, dikarenakan minimnya faktor pendidikan di kalangan masyarakat pedesaan. Pendidikan masih dianggap sesuatu yang tidak penting bagi mereka, sehingga mereka lebih suka mencari uang daripada belajar. Orang tua merupakan salah satu lembaga terkecil yang seharusnya memberi pendidikan bagi anaknya, namun itu semua hampir tidak terjadi di pedesaan. Karena orang tua pedesaan kebanyakan yang kurang pendidikan. Mereka lebih ingin anaknya membantu mereka bertani daripada bersekolah. Itu membuat SDM yang ada di pedesaan sangat rendah, sehingga mereka hidup di bawah garis kemiskinan. Terlihat bahwa minimnya persentase untuk bersekolah yang terdapat di daerah pedesaan.
            Masyarakat-masyarakat yang hidup di daerah terpencil bahkan jarang dikelola oleh pemerintah, seakan-akan pemerintah hanya mementingkan kehidupan di perkotaan saja. Terlihat dari minimnya infrastuktur-infrastruktur yang mampu membantu kelancaran roda perekonomian di sana. Jadi, apabila ada hasil panen dari suatu daerah di Aceh Utara, maka proses perekonomian tersebut melambat seiring dengan minimnya faktor infrastruktur tersebut. Seharusnya pemerintah berlaku adil dalam melaksanakan tugasnya, baik pedesaan maupun perkotaan sama-sama lancar sarana dan prasaranya. Agar masyarakat pedesaan juga dapat hidup makmur dan sejahtera dengan desa yang mereka miliki. Kebanyakan pemuda desa yang merasa gajinya terlalu kecil bekerja di desa, biasanya akan mencari pekerjaan di kota. Bagaimana dengan desa itu sendiri, siapa yang akan mengurusnya? Tidak mungkin selamanya orang-orang tua desa yang akan menjaganya tentunya.
            Pemerintah juga kurang melestarikan suatu daerah yang berpotensi untuk dijadikan objek wisata alam. Padahal dengan dilestarikannya daerah tersebut, dapat membangkitkan kesejahteraan masyarakat di daerah tersebut. Seperti mereka berjualan di areal sekitar daerah objek wisata alam tersebut, otomatis dapat membantu perekonomian masyarakat daerah tersebut. Pemerintah Aceh Utara lebih cenderung membangun gedung-gedung yang yang kemudiannya hanya sebagian yang jadi, atau hasilnya setengah-setengah. Seperti halnya Masjid Islamic Center yang telah dibangun dari tahun 2002 hingga sekarang belum selesai, padahal sangat banyak dana yang dialirkan untuk pembangunan masjid tersebut, termasuk juga dana-dana bantuan dari asing. Ini merupakan suatu hal yang mubazir, lebih baik mereka memberikan dana tersebut untuk membangun rumah dhuafa yang ada di Aceh Utara.
            Masyarakat pedesaan juga bersifat homogen, dalam pengertian kesamaan nilai-nilai kebudayaan dan tingkah laku antar sesama penduduk desa. Jadi apabila ada seorang yang bertani, maka warga yang lain juga ingin bertani mengikuti orang pekerjaan orang tersebut. Itu merupakan sesuatu yang tidak efektif, jika semua yang bertani, kemana orang yang berkebun? Kan tidak musti pekerjaan hanya bertani, tetapi masih ada pekerjaan lain yang dapat membantu perekonomian mereka. Dari asas kesamaan itulah yang membuat hampir semua penduduk pedesaan memillki pekerjaan yang sama. Harusnya mereka berfikir bahwa jika semakin banyak yang bertani, maka semakin sedikit untung yang akan mereka dapatkan. Karena semua orang berprofesi sebagai petani.
            Jadi,  faktor tingginnya kemiskinan di Aceh Utara semakin lama semakin meningkat. Dan mungkin saja kemiskinan di Aceh Utara sendiri akan bertambah untuk depannya. Faktor konflik yang telah terjadi di Aceh sendiri menjadi phobia tersendiri bagi masyarakat pedesaan tersebut, karena kejadian yang sangat biadab tersebut membuat masyarakat merasa was-was untuk bekerja, karena pada umunya daerah pedesaan di Aceh sendiri sangat erat dengan terjadinya konflik yang berkepanjangan tersebut.
            Pemerintah Aceh Utara seakan-akan lepas tangan untuk memberikan bantuan modal kepada rakyat pedesaan. Pemerintah sendiri tidak berfikir, bahwa petani-petani tersebut sangat berjasa bagi kebutuhan beras pokok masyarakat luas. Bayangkan pada saat dunia dilanda krisis beras, negara kita tidak  merasakan krisis yang dilanda dunia-dunia lainnya. akan tetapi, mengapa upah mereka sangat minim? Mengapa bantuan modal tidak diberikan kepada petani? Coba kita bayangkan, apa yang terjadi jika para petani tidak mau lagi bertani?
            Beberapa faktor di atas dapat menjadi sekedar bahan renungan. Aceh Utara merupakan daerah yang kaya akan hasil alamnya, namun tidak dapat merasakan kekayaan daerah sendiri. Infrastruktur yang ada di pedalaman Aceh Utara belum memadai, sehingga petani-petani menjual padinya kepada tengkulak dengan harga rendah. Ini merupakan hal yang sangat disedihkan di daerah “metro dollar” tersebut.
            Untuk mengatasi masalah kemiskinan di Aceh Utara perlu dibuat suatu sistem yang mana dapat diperoleh tidak hanya kaum tinggi, akan tetapi juga kaum rendah. perlunya infrastruktur yang memadai untuk mempermudah jalannya perdagangan dari desa ke kota. Sehingga para petani tidak perlu lagi menjual padinya kepada tengkulak, yang membeli padi mereka dengan harga rendah. Itu merupakan hal yang paling utama untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat Aceh Utara dan daerah Aceh lainnya. karena daerah Aceh khususnya pedalaman, sangat minim infrastruktur yang mendukung terjadinya perdagangan ke pasar daerah, sehingga masyarakat lebih sering menjual padinya kepada tengkulak.
            Faktor pendidikan merupakan hal yang paling penting bagi anak-anak pedesaan. Orang tua juga harus mendukung kegiatan belajar sang anak daripada menyuruh anak-anak membantu mereka. Di pedalaman Aceh Utara sendiri, sekolah-sekolah sangat tidak layak untuk disebut sebagai sekolah, mengapa? Karena sekolah yang ada di pedalaman sangat memprihatinkan, gedung-gedung sekolahnya ada yang hampir ambruk, dan ada juga sebagian yang bagus. Secara tidak langsung, dengan keadaan sekolah yang sedemikian rupa membuat orang tua malas menyekolahkan anaknya, jika di kota mereka justru tidak sanggup untuk menyekolahkan anak-anaknya. selain itu, orang tua desa juga minim pendidikan. Maklum saja, pemikiran orang dulu hanya “duit”. Jadi mereka sebagian ada yang menamatkan di bangku Sekolah Dasar dan Sekolah Menengah.
            Faktor transparansi kinerja pemerintah juga harus diawasi. Tidak hanya di Aceh saja, namun di semua daerah diperlukan transparansi kinerja dari pemerintah itu sendiri. Jika tidak ada transparansi kinerja dari pemerintah, maka masyarakat yang akan mengalami kerugian akibat tiadanya sistem controlling kepada pemerintah. Pemerintah merupakan unsur pokok yang paling utama dalam menjalankan segala roda kehidupan di dalam ruang lingkup kepemimpinannya. Jadi pemerintahlah yang merupakan pengatur segala aspek di dalam suatu daerah pimpinannya. Di dalamnya sangat diperlukan transparansi kinerja tersebut, agar tidak terjadi kecurangan-kecurangan pada masa kepemimpinannya tersebut.
            Pemerintah juga sebaiknya mencanangkan program dana bantuan yang bersifat mendidik penduduk untuk mandiri. Dalam arti, pemerintah memberi bantuan modal usaha agar para istri petani yang tidak bekerja dapat mengembangkan usaha, yang nantinya dapat membantu perekonomian keluarganya. Itu merupakan suatu langkah kecil yang dapat merubah tingkat kemiskinan di Aceh. Karena pada dasarnya untuk mengubah kemiskinan di suatu daerah butuh jangka waktu yang lama, dan dibutuhkan kerjasama dari semua elemen. Sebagai contoh, jika ada seorang yang mempunyai lumbung padi yang banyak pada suatu desa, sebaiknya ia membantu penduduk sekitar yang kurang mampu. Hal ini dapat mengurangi tingkat kemiskinan, akan tetapi tidak langsung secara keseluruhan.
            Mudah-mudahan tingkat kemiskinan di Aceh Utara dan seluruh daerah lainnya di Indonesia dapat teratasi. Karena kita sebagai warga negara Indonesia merasa malu jika Negara kita kaya akan harta, tetapi kita tidak dapat menyicipi harta kita tersebut. Itu semua mudah-mudahan menjadi suatu pelajaran bagi kita warga Indonesia, agar Negara Indonesia kedepannya lebih maju dan kemiskinan juga sudah lebih rendah dari sebelumnya. Karena sangatlah rugi kita sebagai negara yang memiliki kekayaan alam yang melimpah, namun kita hanya menjadi penonoton di Negeri kita sendiri. Yang menikmati kesemua hasil kekayaan kita yaitu investor asing yang tujuan utamanya adalah meraup keuntungan yang sebesar-besarnya.